Mengetahui Sejarah, Istiadat dan Kisah Perantauan Suku Bugis
Suku Bugis merupakan salah satu suku yang berasal dari Sulawesi Selatan. Klasifikasi etnis ini merupakan suku terbesar kecuali Suku Makassar, Mandar dan Toraja.
Di Sulawesi Selatan, Suku Bugis mendiami wilayah Kabupaten Bone, Soppeng, Wajo, Sidrap, Pinrang, Pare-pare, Barru, Sinjai hingga Bulukumba. Selain itu, orang Bugis juga tersebar hampir di segala Nusantara, bahkan hingga Mancanegara.
Hal ini lantaran, sejak zaman dulu orang-orang Bugis dikenal sebagai pelaut dan perantau yang handal. Mereka berlayar hingga ke Malaysia, Singapura, Asia hingga Afrika.
Suku Bugis mempunyai sejarah panjang dan keunikan yang pantas untuk dikulik. Segera, bagaimana kisah dibalik kehidupan masyarakat Bugis ini?
Mengabarkannya dari web legal Pemerintah Kabupaten Wajo, sejarah nenek moyang suku Bugis berasal dari Etnis Deutro Melayu (Melayu muda). Merupakan Bangsa Austronesia dari Yunan (China Selatan) yang datang ke Nusantara sekitar tahun 500 SM.
Nama Suku Bugis sendiri berasal dari kata to Ugi (diterjemahkan sebagai orang Bugis). Istilah “Ugi” diambil dari nama raja pertama dari Kerajaan Cina (Daerah Pammana) di Kabupaten Wajo, yang bernama La Sattumpugi.
Masyarakatnya menamai diri mereka dengan sebutan To Ugi yang artinya orang-orang pengikut La Sattumpugi.
Dikisahkan bahwa La Sattumpugi mempunyai anak bernama We Cudai. Ia menikah dengan seorang Lelaki dari Kerajaan Luwu bernama Sawerigading dan mempunyai anak bernama La Galigo.
Sosok La Galigo inilah yang kemudian menulis karya sastra terpanjang di dunia dengan jumlah lebih slot dari 9.000 halaman yang berjudul I La Galigo (Sureq Galigo). Isinya seputar asal masukan penciptaan manusia di dalam kebiasaan masyarakat Bugis.
Dari keturunan La Sattumpugi dan Sawerigading beserta pengikutnya inilah tersebar ke beberapa daerah. Mereka membentuk kerajaan, kebudayaan, dan aksara sendiri. Sebagian kerajaan Bugis klasik antara lain Bone, Soppeng, Wajo, Suppa, Sawitto, Sidenreng dan Rappang.
Pada perkembangannya mereka kemudian menjalin pertalian dan pernikahan dengan suku-suku lain seperti Makassar dan Mandar.
Agama dan Sistem Kepercayaan Suku Bugis
Mengabarkannya Jurnal Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang berjudul “Religiusitas dan Kepercayaan Masyarakat Bugis-Makassar”, diceritakan bahwa terhitung 97% orang Bugis merupakan penganut agama Islam. Mereka menganut Islam secara taat dalam artian kepercayaan.
Meskipun dalam prakteknya belum sepenuhnya menjalankan syariat Islam, melainkan mereka tak mau dikatakan bukan Islam.
Dalam kehidupan sehari-hari masih banyak masyarakat Bugis yang menjalankan praktek-praktek kepercayaan Attoriolong. Merupakan kepercayaan nenek moyang dulu sebelum datangnya Islam.
Model praktek-praktek attoriolong hal yang demikian seperti mappanre galung (memberi makan sawah), maccera tasi’ (memberi persembahan pada laut), massorong sokko patanrupa (memberikan persembahan kepada dewa berupa empat variasi beras ketan) dan lain sebagainya.
Adapun masyarakat yang hingga kini masih mengendalikan teguh kepercayaan Attoriolong ini terdapat di komunitas tolotang di Kabupaten Sidrap dan Sosial Ammatoa Kajang di Bulukumba.
Harmoni Sejarah dan Budaya: Museum Koleksi Kepresidenan
Museum Kepresidenan Republik Indonesia (RI) Balai Kirti yaitu komponen dari Museum dan Cagar Tradisi, yang menampung pelbagai koleksi memorabilia sejarah dan prestasi Presiden Republik Indonesia yang sudah pensiun.
Museum dan Cagar Tradisi sendiri yaitu lembaga yang terdiri dari pelbagai museum dan cagar tradisi yang dikelola oleh Kementerian Pengajaran, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Dalam upaya mengembangkan manfaat dan peran museum sebagai sarana pengajaran, Unit Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti mengadakan Museum Keliling Koleksi Kepresidenan.
Acara ini bertema “Alunan Melodi Presiden” yang menyoroti sisi kemanusiaan dari para Presiden Republik Indonesia. Musik, dengan melodi, melodi, dan liriknya, mencerminkan semangat zaman. Musik, sebagai seni yang digemari oleh pelbagai kalangan, juga memiliki daerah khusus dalam hati para pemimpin bangsa, mulai dari Sukarno, Soeharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Sukarno Putri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Museum Keliling Koleksi Kepresidenan ini diselenggarakan untuk memperingati ulang tahun Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti yang ke-9. Kecuali itu, acara ini bertujuan untuk menyusun karakter masyarakat yang memiliki tradisi dengan menyajikan koleksi Museum dan Cagar Tradisi, terlebih yang ada di Unit Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti.
Museum Keliling Koleksi Kepresidenan akan berlangsung dari 18 hingga 24 Oktober 2023 di Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti.
Acara ini mencakup pameran temporer yang berjudul “Alunan Melodi Presiden” yang memperlihatkan slot server Thailand infografis perihal musik unggulan para Presiden Republik Indonesia, musik populer dari masa jabatan mereka, perangkat pemutar musik, dan arsip berkaitan perkembangan musik di Indonesia. Ada juga Pentas Tradisi yang memperlihatkan seni pertunjukan dan penampilan musik, yang akan terletak di GOR Padjadjaran, Tanah Sareal, Kota Bogor.
Kecuali itu, terdapat Tur Sejarah dan Walking Tour yang membawa peserta ke daerah-daerah bersejarah di Kota Bogor, seperti Vihara Dhanagun, Makam Raden Saleh, dan Museum Tanah dan Pertanian. Adapun Lokakarya dengan tema “Dinamika Perkembangan Musik Tanah Air” dan “Musik Kesukaan Presiden.” Dalam peluang ini juga ada wahana Pojok Ekspresi yang menyajikan kembali permainan tradisional dari Jawa Barat.
Acara Museum Keliling Koleksi Kepresidenan dibuka oleh Walikota Bogor Bima Arya, Kepala Biro Pengelolaan Istana Kementerian Sekretariat Negara Dharmastuti Nugroho, Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Fitra Arda, dan Plt. Kepala Museum dan Cagar Tradisi Ahmad Mahendra.
Bima Arya mengukur acara ini menarik sebab membahas tema yang unik dan memberikan pembelajaran sejarah yang bermanfaat untuk generasi muda. “Eksistensi Museum Kepresidenan RI Balai Kirti di Kota Bogor diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, terlebih dalam meneladani pemimpin bangsa,” harap Bima.
Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan Fitra Arda menyatakan bahwa acara Museum Keliling Koleksi Kepresidenan ini bertujuan untuk memperlihatkan sisi lain dari para Presiden dan menyajikan UPT Badan Layanan Biasa (BLU) Museum dan Cagar Tradisi sesudah restrukturisasi organisasi.
Kebudayaan yaitu milik masyarakat, sehingga kemajuan tradisi harus melibatkan partisipasi masyarakat. Musik, yang yaitu komponen dari upaya pemajuan tradisi, benar-benar berkaitan dengan tema pameran “Alunan Melodi Presiden,” tutur Fitra Arda dalam press release, Rabu 18 Oktober 2023.
Ahmad Mahendra, Plt. Kepala Museum dan Cagar Tradisi, menerangkan bahwa aktivitas yang diadakan oleh Museum dan Cagar Tradisi bertujuan untuk berkomunikasi dengan masyarakat perihal koleksi-koleksi yang dimiliki, sehingga museum menjadi lebih dari sekedar daerah penyimpanan koleksi, tetapi juga memiliki pesan,” jelas dia.
Adapun Kepala Biro Pengelolaan Istana Dharmastuti Nugroho menyambut bagus acara ini sebagai format kemitraan antara pelbagai pihak yang berkontribusi pada pengembangan museum dan tradisi.
“Kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan kerja sama dan promosi museum di masa depan, sehingga memberikan pengetahuan tambahan dan meningkatkan cinta masyarakat terhadap tradisi Indonesia,” papar dia.
Kecuali itu Dharmastuti Nugroho menuturkan, acara ini yaitu hasil kolaborasi antara Museum dan Cagar Tradisi Unit Museum Kepresidenan Republik Indonesia Balai Kirti, Kementerian Sekretariat Negara, Pusat Studi Arsip Kepresidenan Arsip Nasional Republik Indonesia, Pemerintah Kota Bogor, Yayasan Bung Karno, Museum Purna Bhakti Pertiwi, Yayasan Habibie dan Ainun, Pojok Gus Dur, dan Melodi Nusantara.
Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat kerja sama dalam bidang kemitraan dan promosi museum serta meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap kebudayaan Indonesia,” tutup Dharmastuti Nugroho.
Petinju Dunia Asal Gaza Siap Ukir Sejarah di Tengah Penderitaan
Al-Tayeb sekarang berlatih di Siprus. Ia terus termotivasi, sementara hatinya tetap teguh di Gaza, tempat keluarganya yang hidup dalam ancaman perang terus-menerus.
“Keluarga saya masih di Gaza. Kakak laki-laki dan perempuan serta anak-si kecilnya terjebak di sana, ayah saya juga. Mereka tetap bertahan dan menolak untuk pergi,” ungkap Al-Tayeb terhadap Middle East Monitor, menggarisbawahi ikatan mendalam dengan tanah kelahirannya meski jarak fisiknya jauh.
Di sela-sela rutinitasnya berlatih tinju, Al-Tayeb terus menerima kabar terbaru seputar kondisi yang semakin buruk di kampung halamannya. Situasi itu sesungguhnya menekan mentalnya.
“Aku berada di dua sisi pada saat yang sama. Di sini saya mencoba untuk berkompetisi, sementara slot gacor thailand resmi pikiran dan kekuatan juga terus memikirkan metode untuk membantu saudara-saudara di Gaza dengan metode apapun yang saya dapat.”
Bukan Semata Berkeinginan Juara
Tinju, bagi Shams Al-Tayeb, telah menjadi keperluan. Sebelum tanding di atas ring, ia yakni seorang pengusaha. Namun kondisi yang memburuk di Gaza mensupportnya untuk mengubah asa menjadi petinju.
“Aku seorang pengusaha, malahan mempunyai agensi dan perusahaan sendiri. Namun kondisi memaksa saya mengaplikasikan hobi untuk menerima profit,” jelasnya.
Menjadi petinju Palestina tak didorong oleh harapan untuk menerima ketenaran atau kekayaan, namun oleh keperluan untuk melindungi. Hal ini tak lepas dari masa kecil dan remajanya yang sulit.
Tumbuh di Tal Al-Hawa, tempat selatan kota Gaza, masa kecilnya berjalan lumayan normal sebagaimana anak-anak pada biasanya. Namun kesehariannya banyak dihantui oleh penindasan dan pengepungan brutal “Israel”.
Ketika usianya 9 tahun, Al-Tayeb kehilangan kakak laki-lakinya. Ia syahid dampak serangan bom “Israel”. Kejadian ini meninggalkan syok yang tak terhapuskan hingga sekarang.
“Saudara laki-laki saya terbunuh oleh pasukan Israel 15 tahun lalu dan sayalah yang mengambil jasadnya dari trek,” ungkapnya.
Kenangan mengerikan juga menimpa ayahnya yang bernama Shams Ouda, seorang wartawan yang melaporkan kabar untuk Reuters. Ketika menjalankan liputan, iaditembak oleh serdadu “Israel”. Peluru mengenai dadanya, cuma meleset lima sentimeter dari jantungnya. Diduga meninggal, ia dimasukkan ke dalam kantong mayat dan dibawa ke kamar mayat.
“Ayah saya tertembak tepat di dekat jantungnya. Ia terbangun di kamar mayat. Dapatkah Anda bayangkan itu? Aku telah berduka, menangis, dan bersiap untuk menguburkannya,” kenangnya.
Momen traumatis tersebut menjadi spot balik bagi Al-Tayeb. Ia berambisi untuk mempelajari seni bela diri. Bukan semata untuk olahraga, namun untuk bertahan hidup.
“Semenjak kecil, saya berambisi untuk belajar karate dan tinju. Semuanya untuk melindungi diri dan keluarga. Kami tak pernah dididik metode mengaplikasikan senjata. Segala yang kami pelajari yakni untuk membela diri.”
JTBC Angkat soal Kontroversi Distorsi Sejarah Dalam “Snowdrop”
JTBC mengatakan “Snowdrop” yakni karya kreatif yang memperlihatkan kisah individu-individu yang dimanfaatkan dan dikorbankan oleh penguasa pada masa rezim militer.
“Tidak ada mata-mata yang memimpin gerakan demokratisasi di ‘Snowdrop’. Pemeran utama laki-laki dan perempuan tak ditampilkan berpartisipasi atau memimpin gerakan demokratisasi di episode 1 dan 2, dan mereka tak mengerjakannya di bagian mana bahkan dari naskah akan datang,” kata JTBC.
Drama “Snowdrop” bercerita tentang seorang mahasiswi Korea Selatan bernama Young-ro (diperankan oleh Jisoo) yang menyelamatkan Im Soo-ho (Jung Hae-in) dalam kondisi berlumuran darah di asramanya. Young-ro menduga bahwa Soo-ho yakni aktivis pro-demokrasi yang dikejar-kejar oleh intelijen. Keduanya juga dibuktikan terlibat dalam relasi romantis.
Dalam petisi yang dilayangkan pada Sabtu (18/12), pembuat petisi mengevaluasi cerita dalam “Snowdrop” bisa memperkuat narasi pemerintah diktator di masa lalu bahwa aktivis mahasiswa pro-demokrasi berhubungan dengan Korea Utara. Meskipun banyak aktivis yang disiksa dan dituntut atas tuduhan palsu sebagai mata-mata Korea Utara.
“Memang benar ada banyak aktivis yang disiksa dan dibunuh slot minimal bet 200 sesudah dituduh sebagai mata-mata. Drama ini berani membuktikan fakta dan jelas merusak nilai gerakan pro-demokrasi,” suara petisi itu.
Kritikus tradisi Gong Hee-jung berpendapat “Snowdrop” harus mengambil pendekatan yang lebih bijak dalam mengadaptasi kisah riil menjadi sebuah drama, terpenting mengenai sejarah modern Korea Selatan yang sensitif.
“Serial ini membahas permasalahan kontroversial yang beberapa orang anggap sebagai distorsi sejarah dan yang lainnya tak. Pembuat serial televisi yang akan datang harus mengingat hal itu,” kata Gong Hee-jung dikutip dari Yonhap pada Selasa.
Sementara itu, pihak JTBC menegaskan bahwa kesalahpahaman dan kekhawatiran mengenai distorsi sejarah akan terjawab melalui kemajuan plot drama yang akan tayang di episode-episode berikutnya. Pihaknya juga berjanji untuk memperdengarkan pelbagai usul yang bisa membuka ruang pembicaraan.
“Poin-nilai utama yang menjadi tujuan JTBC yakni kebebasan pembuatan konten dan kemandirian produksi. Menurut hal ini, JTBC akan terus memberikan kontribusi penuh untuk memperlihatkan siaran yang baik,” kata perusahaan itu.